Sabtu, 10 Maret 2012



 Pertanian Organik kini menjadi idola baru dalam dunia bisnis pertanian (Agrobisnis), hal ini seiring dengan munculnya kegelisahan sekaligus kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan, sayuran dan buah-buahan yang bebas dari bahan-bahan kimia. Produk pertanian selama ini menggunakan bahan kimia non alami,seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang penuh dengan bahan kimia.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

PELUANG PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain:

1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik.

2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia.

3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.

Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

PERTANIAN ORGANIK MODERN

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.

b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.
Kategori Komoditi Pertanian Organik:
Tanaman Pangan Padi
Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.
Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
Peternakan Susu, telur dan daging



Sabtu, 11 Februari 2012

Pertanian Organik kini menjadi idola baru dalam dunia bisnis pertanian (Agrobisnis), hal ini seiring dengan munculnya kegelisahan sekaligus kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan, sayuran dan buah-buahan yang bebas dari bahan-bahan kimia. Produk pertanian selama ini menggunakan bahan kimia non alami,seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang penuh dengan bahan kimia.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

PELUANG PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.


Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain:

1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik.

2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia.

3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.


Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
PERTANIAN ORGANIK MODERN

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.

b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

Kategori Komoditi Pertanian Organik:
Tanaman Pangan Padi 
Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis. 
Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi. 
Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya. 
Peternakan Susu, telur dan daging
    MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS
    Membangun Bisnis Pertanian, Teknologi Budidaya Tanaman
    Oleh: R.Hermawan, SP,MP*)
    A. LATAR BELAKANG


    Sejak Orde pembangunan dimulai di Indonesia, pemerintah dan rakyat Indonesiatelah menetapkan Trilogi Pembangunan Nasional (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pembangunan dan hasil pembangunan, stabilitas nasional yang mantap dan dinamis) sebagai doktrin pelaksanaan pembangunan nasional. Strategi dan kebijaksanaan, program-program pembangunan setiap sektor pembangunan nasional dijiwai dan mengacu pada pencapaian Trilogi Pembangunan Nasional tersebut. Upaya pencapaian Trilogi Pembangunan diwujudkan melalui pembangunan ekonomi dengan titik berat pada pertanian primer.


    Selama 25 Tahun pembangunan ekonomi dengan titik berat pertanian berlangsung, pertumbuhan ekonomi mampu mencapai sekitar 7 persen pertahun, laju inflasi dapat dikendalikan dibawah dua digit, swasembada beras tercapai pada tahun 1984, pendapatan perkapita meningkat dari sekitar US $ 70 pada tahun 1969 menjadi sekitar US $ 700 pada akhir PJP I.


    Dengan perubahan struktur perekonomian nasional yang demikian, pada tahap selanjutnya prioritas pembangunan ekonomi nasioanl mengalami perubahan. Pembangunan industri yang didukung oleh pertanian yang tangguh menjadi titik berat pembangunan ekonomi nasional. Disini muncul pertanyaan besar, bagaimana wujud pembangunan industri yang didukung pertanian tangguh. Disini dapat diartikan bahwa industri yang perlu dikembangkan adalah industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, yakni agroindustri. Namun sekali lagi adalah bahwa agroindustri tidak mungkin berkembang dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia, bila tidak didukung oleh pertanian primer sebagai penghasil bahan baku. Kemudian, pertanian primer tidak akan mampu berkembang bila tidak didukung oleh pengembangan industri-industri yang menghasilkan sarana produksi (industri hulu pertanian). Dan agroindustri, pertanian primer dan industri hulu pertanian tidak dapat berkembang dengan baik bila tidak didukung oleh sektor atau lembaga yang menyediakan jasa yang dibutuhkan.

    B. AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM
    Agribisnis sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.

    Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
    a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
    Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.

    b. Subsistem Usahatani atau proses produksi
    Sub sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka

    c. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
    Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.

    d. Subsistem Pemasaran
    Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.

    e. Subsistem Penunjang
    Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :
    Sarana Tataniaga 
    Perbankan/perkreditan 
    Penyuluhan Agribisnis 
    Kelompok tani 
    Infrastruktur agribisnis 
    Koperasi Agribisnis 
    BUMN 
    Swasta 
    Penelitian dan Pengembangan 
    Pendidikan dan Pelatihan 
    Transportasi 
    Kebijakan Pemerintah 

    C. STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS
    1. Pembangunan Agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis. Hal ini dapat diartikan bahwa perkembangan pertanian, industri dan jasa harus saling berkesinambungan dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Yang sering kita dapatkan selama ini adalah industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor dan tidak (kurang) menggunakan bahan baku yang dihasilkan pertanian dalam negeri. Dipihak lain, peningkatan produksi pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan ( Membangun industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu pengembangan Agribisnis Vertikal.


    2. Membangun Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif yaitu melalui transformasi pembangunan kepada pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi. Sehingga melalui membangun agribisnis akan mampu mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan produk utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada perekonomian berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat Innovation and skill labor intensive. Dalam arti bahwa membangun daya saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yaitu dengan cara:

    · Mengembangkan subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh produk-produk lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.

    · Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada tahap ini peranan Litbang menjadi sangat penting dan menjadi penggerak utama sistem agribisnis secara keseluruhan. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.

    · Perlu orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien..

    3. Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis. Oleh karena itu untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.

    4. Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector. Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku(input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin perontok dan industri mesin pengolah lain. Dikatakan Agroindustri sebagai A Leading Sector apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:

    a. Memiliki pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga kemajuan yang dicapai dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total.

    b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.

    c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga mampu menarik pertumbuhan banyak sektor lain.

    d. Keragaan dan Performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.

    e. Tingginya elastisitas harga untuk permintaan dan penawaran.

    f. Elastisitas Pendapatan untuk permintaan yang relatif besar

    g. Angka pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar

    h. Kemampuan menyerap bahan baku domestik

    i. Kemampuan memberikan sumbangan input yang besar.


    5. Membangun Sistem agribisnis melalui pengembangan Industri Perbenihan
    Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk agribisnis secara keseluruhan. Atribut dasar dari produk agribisnis seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai (ukuran, penampakan, rasa, aroma dan sebagainya) serta atribut keamanan dari produk bahan pangan seperti kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun juga ditentukan pada industri perbenihan. Untuk membangun industri perbenihan diperlukan suatu rencana strategis pengembangan industri perbenihan nasional. Oleh karena itu pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan modern. Pada tahap berikutnya daerah-daerah yang memiliki kesamaan agroklimat dapat mengembangkan jenjang benih yang lebih tinggi seperti jenjang benih induk,

    6. Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.
    Dalam rangka memodernisasi agribisnis daerah, perlu pengembangan banyak jenis dan ragam produk industri agro-otomotif untuk kepentingan setiap sub sistem agribisnis. Untuk kondisi di Indonesia yang permasalahannya adalah skala pengusahaan yang relatif kecil, tidak ekonomis bila seorang petani memiliki produk agro-otomotif karena harganya terlalu mahal. Oleh karena itu perlu adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau perusahaan agro-otomotif itu sendiri.

    Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.
    Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem Networking baik vertikal(dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan bisnis intinya dan bersaing satu sama lain dalam mengembangkan usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal yang selama ini dikembangkan.

    7. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis.
    Perlu adanya perubahan fungsi/paradigma Koperasi Agribisnis, yaitu untuk:
    a. Meningkatkan kekuatan debut-tawar (bargaining position) para anggotanya.
    b. Meningkatkan daya saing harga melalui pencapaian skala usaha yang lebih optimal.
    c. Menyediakan produk atau jasa, yang jika tanpa koperasi tidak akan tersedia.
    d. Meningkatkan peluang pasar
    e. Memperbaiki mutu produk dan jasa
    f. Meningkatkan 
    g. Menjadi Wahana Pengembangan ekonomi rakyat
    h. Menjadikan koperasi sebagai Community based organization, keterkaitan koperasi dengan anggota dan masyarakat sekitar merupakan hal yang paling esensial dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
    i. Melakukan kegiatan usaha yang sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi anggota.
    j. Perlu mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama menjadi koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai koperasi agribisnis. Perlu kegiatan-kegiatan usaha yang mendukung distribusi, pemasaran dan agroindustri berbasis sumberdaya lokal serta perlu melakukan promosi untuk memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha misalnya: Koperasi Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi Agroniaga yang menangani kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir.

    8. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi agribisnis. Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan serta informasi pasar.

    9. Tahapan pembangunan cluster Industri Agribisnis.
    Tahapan pembangunan sistem agribisnis di 
    a. Tahap kelimpahan faktor produksi yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja tidak terdidik. Serta dari sisi produk akhir, sebagian besar masih menghasilkan produk primer. Perekonomian berbasis pada pertanian.
    b. Akan digerakkan oleh kekuatan Investasi melalui percepatan pembangunan dan pendalaman industri pengolahan serta industri hulu pada setiap kelompok agribisnis. Tahap ini akan menghasilkan produk akhir yang didominasi padat modal dan tenaga kerja terdidik, sehingga selain menambah nilai tambah juga pangsa pasar internasional. Perekonomian berbasis industri pada agribisnis.
    c. Tahap pembangunan sistem agribisnis yang didorong inovasi melalui kemajuan teknologi serta peningkatan Sumberdaya manusia.Tahap ini dicirikan kemajuan Litbang pada setiap sub sistem agribisnis sehingga teknologi mengikuti pasar. Perekonomian akan beralih dari berbasis Modal ke perekonomian berbasis Teknologi.

    10. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
    Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap daerah.

    11. Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
    Untuk membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis. Selama 30 tahun terakhir, keluaran kredit pada on farm agribisnis di daerah hanya kurang dari 20 % dari total kredit perbankan. Padahal sekitar 60 % dari penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada on farm agribisnis. Kecilnya alokasi kredit juga disebabkan dan diperparah oleh sistem perbankan yang bersifat Branch Banking System. Sistem Perbankan yang demikian selama ini, perencanaan skim perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat) ditentukan oleh Pusat bank yang bersangkutan/sifatnya sentralistis, yang biasanya menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga tabungan yang berhasil dihimpun didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak akan kembali ke daerah lagi. Oleh karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu dengan merubah sistem perbankan menjadi sistem Unit Banking system (UBS), yakni perencanaan skim perkreditan didasarkan pada karakteristik ekonomi lokal. Kebutuhan kredit antara subsistem agribisnis berbeda serta perbedaan juga terjadi pada setiap usaha dan komoditas. Prasyarat agunan kredit juga disesuaikan. Disamping agunan lahan atau barang modal lainnya, juga bisa penggunaan Warehouse Receipt System (WRS) dapat dijadikan alternatif agunan pada petani. .WRS adalah suatu sistem penjaminan dan transaksi atas surat tanda bukti (Warehouse Receipt).

    12. Pengembangan strategi pemasaran
    Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen). Sehingga dengan berubahnya paradigma tersebut, maka pengetahuan yang lengkap dan rinci tentang preferensi konsumen pada setiap wilayah, negara, bahkan etnis dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk segmentasi pasar dalam upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Selain itu diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang didasarkan preferensi konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan produk (product mapping).. Selain itu juga bisa dikembangkan strategi pemasaran modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi produsen-konsumen, yang didasarkan pada kajian mendalam dari segi kekuatan dan kelemahan.

    13. Pengembangan sumberdaya agribisnis. Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan agribisnis. Dalam pengembangan teknologi, yang perlu dikembangkan adalah pengembangan teknologi aspek: Bioteknologi, teknologi Ekofarming, teknologi proses, teknologi produk dan teknologi Informasi. Sehingga peran Litbang sangatlah penting. Untuk mendukung pengembangan jaringan litbang diperlukan pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan mengkomunikasikan informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar komponen jaringan, mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna langsung dan mengkomunikasikan konsep dan atribut produk agribisnis kepada konsumen. Dalam pengembangan SDM Agribisnis perlu menuntut kerjasama tim (team work) SDM Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM Agribisnis pelaku langsung dan SDM Agribisnis pendukung sektor agribisnis.

    14. Penataan dan pengembangan struktur Agribisnis. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat telah menciptakan masalah transisi dan margin ganda. Oleh karena itu penataan dan pengembangan struktur agribisnis nasional diarahkan pada dua sasaran pokok yaitu:
    a. Mengembangkan struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti suatu aliran produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir berada dalam suatu keputusan manajemen.
    b. Mengembangkan organisasi bisnis (ekonomi) petani/koperasi agribisnis yang menangangani seluruh kegiatan mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai dengan subsistem agribisnis hilir, agar dapat merebut nilai tambah yang ada pada subsistem agribisnis hulu dan subsistem agribisnis hilir.

    Dalam penataan tersebut, ada 3 
    1. Pengembangan koperasi agribisnis dimana petani tetap pada subsektor agribisnis usahatani, sementara kegiatan subsektor agribisnis hulu dan hilir ditangani koperasi agribisnis milik petani.
    2. Pengembangan Agribisnis Integrasi Vertikal dengan pola usaha patungan (Joint Venture). Pada bentuk ini pelaku ekonomi pada subsektor hulu, primer dan hilir yang selama ini dikerjakan sendiri-sendiri harus dikembangkan dalam perusahaan agribisnis bersama yang dikelola oleh orang-orang profesional.
    3. Pengembangan Agribisnis Integratif Vertikal dengan pola pemilikan Tunggal/Grup/Publik, yang pembagian keuntungannya didasarkan pada pemilikan saham

    15. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis. Perlu perubahan orientasi lokasi agroindustri dari orientasi pusat-pusat konsumen ke orientasi sentra produksi bahan baku, dalam hal ini untuk mengurangi biaya transportasi dan resiko kerusakan selama pengangkutan. Oleh karena itu perlu pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama ekonomi. Serta berdasar Keunggulan komparatif wilayah. Perencanaan dan penataan perlu dilakukan secara nasional sehingga akan terlihat dan terpantau keunggulan setiap propinsi dalam menerapkan komoditas agribisnis unggulan yang dilihat secara nasional/kantong-kantong komoditas agribisnis unggulan, yang titik akhirnya terbentuk suatu pengembangan kawasan agribisnis komoditas tertentu.

    16. Pengembangan Infrastruktur Agribisnis. Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.

    17. Kebijaksanaan terpadu pengembangan agribisnis. Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan agribisnis.
    a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.
    b. Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.
    c. Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnisyang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.
    d. Kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.

    Beberapa kebijaksanaan operasional untuk mengatasi masalah danmengembangkan potensi, antara lain:
    1. Mengembangkan forum komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelaku-pelaku kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi sistem agribisnis keseluruhan, atau subsistem didalam agribisnis.
    2. Forum tersebut terdiri dari perwakilan departemen terkait.
    3. Mengembangkan dan menguatkan asosiasi pengusaha agribisnis.
    4. Mengembangkan kegiatan masing-masing subsistem agribisnis untuk meningkatkan produktivitas melalui litbang teknologi untuk mendorong pasar domestik dan internasional.

    18. Pengembangan agribisnis berskala kecil. Ada 3 kebijaksanaan yang harus dilakukan adalah:
    a. Farming Reorganization
    Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata kepemilikan hanya 0,1 Ha.
    b. Small-scale Industrial 
    Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.
    c. Services Rasionalization

    Pengembangan layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang kegiatan agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga tersebut. Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang khususnya 

    19. Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi pedesaan. Dalam era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK KONSULTASI AGRIBISNIS

    20. Pemberdayaan sektor agribisnis sebagai upaya penaggulangan krisis pangan dan Devisa. Perlu langkah-langkah reformasi dalam memberdayakan sektor agribisnis nasional, yaitu:
    a. Reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi dari industri canggih kepada industri agribisnis domestik.
    b. Kebijakan penganekaragaman pola konsumsi berdasar nilai kelangkaan bahan pangan.
    c. Reformasi pengelolaan agribisnis yang integratif, yaitu melalui satu Departemen yaitu DEPARTEMEN AGRIBISNIS
    d. Pengembangan agribisnis yang integrasi vertikal dari hulu sampai hilir melalui koperasi agribisnis.

    *) Dosen Jurusan Penyuluhan Pertanian, Sekolah Tinggi Penyuluhan PertanianYogyakarta. Disampaikan pada Seminar Mahasiswa pada tanggal 20 Desember 2006 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

    Mesin Presto Pembuat Ayam Tulang Lunak

    Bagi Anda yang ingin membuat makanan menjadi lunak, kini kami telah memproduksi mesin presto untuk melunakkan aneka makanan. Mesin ini bisa Anda gunakan untuk melunakkan ayam (ayam tulang lunak),bebek, ikan, daging, kacang hijau, dll
    Dengan mesin presto ini beberapa peluang bisnis dibidang agribisnis (bisnis pertanian) terbuka lebar, antara lain Peluang bisnis ayam tulang lunak, bisnis bebek bakar tulang lunak, bandeng presto tulang lunak, aneka olahan daging lunak, aneka olahan kacang lunak, dll
    Kami menyediakan pilihan kapasitas mulai dari 10 kg, 20 kg, 30 kg, 40 kg, 50 kg atau kapasitas sesuai dengan pilihan / pesanan Anda
    Mesin presto kami tersedia model baru lebih berkualitas. Mesin ini hanya dijual di Agricita dan Agrowindo.
    Workshop (pabrik) dan Office Agricita MALANG
    • Jl Kresna No 2 Malang
    • Telp. 0341-342223, 355897, 7711871
    • Fax. 0341-355897
    • Email : mesinagricita (at) gmail.com
    Mesin-Mesin Agricita juga bisa Anda dapatkan di :
    Agrowindo Malang
    • Agrowindo - PT. Agrowindo Sukses Abadi
    • Show Room : Ruko Laguna Kav 6-7 Jl Sunandar Priyo Sudarmo 31 Malang – Jawa Timur – Indonesia
    • Via Telp0341-472248, 0341-472249 (SETIAP HARI, Pkl. 08.00 – 16.00 WIB. Minggu dan Hari Besar TETAP BUKA)
    • HP/SMS. 081 233 777 646 , 081 233 144 166
    • Fax0341-475326
    • KONTAK by EMAIL, Klik Disini
    Agrowindo Jakarta
    • PT. Agrowindo Sukses Abadi
    • Show Room Jakarta : Komplek kantor dan pergudangan BIZ PARK Ciputra A2 No. 16, Pulogadung, Jakarta Timur (Jl. Bekasi Raya, Pulogadung Jakarta Timur)
    • Via Telp. 021-468 361 37, 021-468 361 57, 021-324 88 444, 081 387 558 881
    • fax. 021-468 361 57
    • Email KLIK DISINI

    Memanfaatkan Ubi Sebagai Produk Lokal yang Potensial

    ubiMurah dan memiliki kandungan gizi yang berlimpah, itulah keunggulan yang dimiliki tanaman ubi. Dikenal sebagai makanan desa, ternyata salah satu hasil bumi Indonesia ini semakin hari semakin menampakkan kejayaannya. Dahulu, orang hanya memandang sebelah mata produk ini, karena dianggap sebagai konsumsi kelas bawah yang identik dengan masyarakat pedesaan. Namun kini semua berbanding terbalik, tanaman ubi melambung menjadi produk eksklusif ditengah maraknya makanan barat yang berkembang dan digemari banyak masyarakat.
    Sebagai salah satu jenis umbi-umbian, tanaman ubi terdiri dari ubi jalar (ketela rambat) dan ubi kayu (ketela pohon) yang lebih dikenal dengan singkong. Keduanya memiliki tekstur dan rasa khas yang masing-masing dapat diolah menjadi aneka produk makanan, hingga mampu bersaing dengan produk makanan kelas atas lainnya. Peluang inilah yang kini semakin banyak dilirik para pelaku usaha yang ingin berinovasi dengan produk makanannya.
    Aneka produk olahan ubi memang semakin terlihat geliatnya, mulai dari singkong goreng dengan bumbu aneka rasa sampai brownies dan es krim yang menggunakan bahan dasar ubi jalar. Inilah gebrakan baru dari makanan “ndeso” yang kini tengah menjadi primadona di bisnis kuliner Indonesia.  Menggunakan bahan dasar produk lokal, sudah pasti memiliki banyak keuntungan. Selain menciptakan inovasi baru untuk menarik pelanggan, bahan baku yang diperoleh pun terbilang mudah dan murah, dengan begitu keuntungan yang di dapat pun semakin meningkat.
    Jadi tak heran jika kini mulai bermunculan usaha makanan yang khusus menawarkan aneka olahan makanan dari bahan dasar ubi. Dan terbukti, masyarakat sangat antusias serta menyambut hangat inovasi baru dari jenis makanan ini. Mulai dari pelanggan yang penasaran dan ingin sekedar coba-coba sampai pelanggan yang mulai ketagihan hingga dengan senang hati kembali datang menikmati aneka olahan ubi.
    Memanfaatkan ubi sebagai produk lokal yang potensial, merupakan salah satu upaya untuk dapat mengurangi konsumsi beras, selain itu juga diharapkan mampu mengurangi impor bahan pangan, meningkatkan sumber dan cadangan pangan masyarakat, mengembangkan bahan/ jenis pangan olahan lokal, serta yang terpenting adalah meningkatkan pendapatan melalui industri rumah tangga. Dengan begitu masyarakat Indonesia pun mampu hidup mandiri dengan menciptakan peluang usaha sendiri. Maju terus industri pertanian Indonesia dan salam sukses.